DASAR-DASAR KONVERSI ENERGI
Dasar konversi energi listrik merupakan
matakuliah yang mengenalkan konsep dasar tentang pengkonversian energi listrik
serta dapat menghitung besarnya energi yang dibangkitkan. bidang konversi
energi yang begitu luas dan aktual yang hampir meliputi seluruh disiplin ilmu,
terutama Termodinamika, Mekanika Fluida, Perpindahan Panas serta konsep-konsep
dasar perpindahan energi dan konversi energi, Ilmu pengetahuan, ini tentu saja
harus dilengkapi dengan pengetahuan tentang sistem fisik yang melaksanakan
konversi energi tersebut. Bagi mahasiswa yang mengambil matakuliah dasar
konversi energi listrik, setelah lulus diharapkan dapat menguasai/menjelaskan
prinsip-prinsip Konversi Energi listrik secara fundamental, seperti Turbin Uap,
Gas, Air, Energi Surya , energi angina, serta masalah lingkungan hidup yang
berkaitan dengan pembangkitan energi listrik, yang kesemuanya mengkonversikan
bentuk dari energi asal menjadi listrik dan mekanik juga dapat berupa energi
lainya yang bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat, Penelitian tentang
desain dan konstruksi sistim Konversi Energi ini mengkaitkan konsep-konsep
teori dengan sistem fisik. Disamping itu juga dipelajari Sistem Konversi Energi
dari segi performance, kesukaran-kesukaran pengoperasiannya dan ekonomi
operasional yang diantisipasikan.
I. Peluang Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
A. Menipisnya cadangan minyak bumi.
Setelah terjadinya krisis
energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan bahwa
persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi energi
terus berkurang
Bahkan beberapa ahli
berpendapat, bahwa dengan pola konsumsi seperti sekarang, maka dalam waktu 50
tahun cadangan minyak bumi dunia akan habis. Keadaan ini bisa diamati dengan
kecenderungan meningkatnya harga minyak di pasar dalam negeri, serta ketidak
stabilan harga tersebut di pasar internasional, karena beberapa negara maju
sebagai konsumen minyak terbesar mulai melepaskan diri dari ketergantungannya
kepada minyak bumi sekaligus berusaha mengendalikan harga, agar tidak
meningkat. Sebagai contoh; pada tahun 1970 negara Jerman mengkonsumsi minyak
bumi sekitar 75% dari total konsumsi energinya, namun pada tahun 1990 konsumsi
tersebut menurun hingga tinggal 50% (Pinske, 1993).
Jika dikaitkan dengan penggunaan
minyak bumi sebagai bahan bakar sistem pembangkit listrik, maka kecenderungan
tersebut berarti akan meningkatkan pula biaya operasional pembangkitan yang
berpengaruh langsung terhadap biaya satuan produksi energi listriknya. Di lain
pihak biaya satuan produksi energi listrik dari sistem pembangkit listrik yang
memanfaatkan sumber daya energi terbarukan menunjukkan tendensi menurun,
sehingga banyak ilmuwan percaya, bahwa pada suatu saat biaya satuan produksi
tersebut akan lebih rendah dari biaya satuan produksi dengan minyak bumi atau
energi fosil lainnya
B. Meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pelestarian lingkungan
Dalam sepuluh tahun
terakhir ini, pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan
hidup menunjukkan gejala yang positif. Masyarakat makin peduli akan upaya
penanggulangan segala bentuk potusi, mulai dari sekedar menjaga kebersihan
lingkungan sampai dengan mengontrol limbah buangan dan sisa produksi. Banyak
pembangunan proyek fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan,
sehingga perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan sekitar dapat
dihindari, minimal dikurangi. Setiap bentuk produksi energi dan pemakaian
energi secara prinsip dapat menimbulkan bahaya bagi manusia, karena pencemaran
udara, air dan tanah, akibat pembakaran energi fosil, seperti batubara, minyak
dan gas di industri, pusat pembangkit maupun kendaraan bermotor. Limbah
produksi energi listrik konvensional, dari sumber daya energi fosil, sebagian
besar memberi kontribusi terhadap polusi udara, khususnya berpengaruh terhadap
kondisi klima.
Pembakaran energi fosil akan
membebaskan Karbondioksida (CO2) dan beberapa gas yang merugikan
lainnya ke atmosfir. Pembebasan ini merubah komposisi kimia lapisan udara dan
mengakibatkan terbentuknya efek rumah kaca (treibhouse effect), yang memberi
kontribusi pada peningkatan suhu bumi. Guna mengurangi pengaruh negatif
tersebut, sudah sepantasnya dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi
terbarukan dalam produksi energi listrik. Sebagai ilustrasi, setiap kWh energi
listrik yang diproduksi dari energi terbarukan dapat menghindarkan pembebasan
974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg NOx ke udara, dari pada
Jlka diproduksi dari energi fosil. Bisa dihitung, jika pada tahun 1990
yang lalu 85% dari produksi
energi listrik di Indonesia (sekitar 43.200 GWh) dihasilkan oleh energi fosil,
berarti terjadi pembebasan 42 juta ton CO2, 41,5 ribu ton SO2
serta 30 ribu ton NOx. Kita tahu bahwa CO2 merupakan salah satu
penyebab terjadinya efek rumah kaca, SO2 mengganggu proses
fotosintesis pada pohon, karena merusak zat hijau daunnya, serta menjadi
penyebab terjadinya hujan asam bersama-sama dengan NOx. Sedangkan NOx sendiri
secara umum dapat menumbuhkan sel-sel beracun dalam tubuh mahluk hidup, serta
meningkatkan derajat keasaman tanah dan air jika bereaksi dengan SO2.
C. Kendala pengembangan Energi terbarukan di Indonesia
Pemanfaatan
sumber daya energi terbarukan sebagai bahan baku produksi energi listrik
mempunyai kelebihan antara lain;
1.
relatif mudah didapat,
2.
dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya
operasional sangat rendah,
3.
tidak mengenal problem limbah,
4.
proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan
temperatur bumi, dan
5.
tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar
(Jarass,1980).
Akan tetapi
bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini
terbebas dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang
menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi listrik,
seperti:
1.
harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan
batubara, di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga
solar/minyak disel di Indonesia Rp. 4.600,-/liter sementara di Amterdam
mencapai Rp.17.565,-/liter, atau sekitar epat kali lebih tinggi.
2.
rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar
komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus
mengimport dari luar negeri.
3.
biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan
masalah finansial pada penyediaan modal awal.
4.
belum tersedianya data potensi sumber daya yang
lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan.
5.
secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian
energi fosil.
6.
kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena
sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya
tidak tentu.
Potensi sumber
daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin dan air, ini secara prinsip
memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada
kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas. Tidak di setiap
daerah dan setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari ketinggan dan
mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang Di sebabkan oleh
keterbatasan-keterbatasan tersebut, nilaii sumber daya energi sampal saat ini
belum dapat begitu menggantikan kedudukan sumber daya energi fosil sebagai
bahan baku produksi energi listrik. Oleh sebab itu energi terbarukan ini lebih
tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta menghambat atau mengurangi
peranan sumber daya energi fosil.
D. Strategi Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Berdasar atas
kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran
energi terbarukan pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa
strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
1.
meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang
berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya
energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi
dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi
di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi
dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik;
pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi
terbarukan tersebut.
2.
menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan
produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya
dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport
dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung
terhadap biaya produksi.
3.
memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus
mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi
sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan .
4.
meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan
energi dan upaya pelestarian lingkungan.
5.
memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki
potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
6.
memberikan subsidi silang guna meringankan beban
finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh
konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu
tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi
pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Pembangunan sistem pembangkit
energi listrik yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, terutama air,
sudah banyak dilaksanakan di Indonesia. Pemanfaatan energi angin banyak
diterapkan di daerah pantai, seperti di Jepara, pulau Lombok, Sulawesi dan
Bali. Sementara energi matahari telah dimanfaatkan di beberapa wilayah di Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan wlayah timur Indonesia. Sebagian besar dari
pembangunan tersebut berupa proyea-proyek percontohan.
II. Energi Terbarukan Sebagai Energi Aditif di Indonesia
Merupakan
suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di
Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup
masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di
bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi
listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang
ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia,
sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi
listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri
atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban
listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya
biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik (Ramani,K.V,1992),
serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat
penyediaan energi listrik dalam skala nasional.
Selain itu, makin berkurangnya
ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi, yang sampai saat
ini masih merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik
di Indonesia, serta makin meningkatnya kesadaran akan usaha untuk melestarikan
lingkungan, menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari altematif penyediaan
energi listrik yang memiliki karakter;
1.
dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian
energi fosil, khususnya minyak bumi
2.
dapat menyediakan energilistrik dalam skala lokal
regional
3.
mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat,
serta
4.
cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan
pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya.
Sistem penyediaan energi listrik
yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah sistem konversi energi yang
memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air,
biomas dan lain sebagainya (Djojonegoro,1992). Tak bisa dipungkiri bahwa
kecenderungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber-sumber daya
energi terbarukan dewasa ini telah meningkat dengan pesat, khususnya di
negara-negara sudah berkembang, yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya,
serta mempunyai dukungan finansial yang kuat. Oleh sebab itu, merupakan hal
yang menarik untuk disimak lebih lanjut, bagaimana peluang dan kendala
pemanfaatan sumber-sumber daya energi terbarukan ini di negara-negara sedang
berkembang, khususnya di Indonesia.
nb. Diesel.
Klasifikasi dan prinsip kerja pompa dan
kompresor, proses konversi energi pada pompa dan kompresor, aspek-aspek yang
mempengaruhi proses konversi energi.
Klasifikasi dan prinsip kerja turbin air, uap dan gas, siklus Rankine,
Brayton, dsb. Performansi. Siklus pada turbin gas. Klasifikasi dan prinsip
kerja HVAC & refrigerator serta aspek-aspek yang mempengaruhi performansi,
koefisien prestasi.
--------------------------------------00000000000000000000-------------------------------------------
0 komentar:
Posting Komentar